DARI BALIK JENDELA ASRAMA
Oleh Mia Rinekasswara
Aku sibuk mencari-cari sosokmu dibalik jendela kamar asrama
Mencari celah menuju arah yang sulit ku jangkau karena gorden jendela itu
Ku menanti sosokmu yang selalu berjalan santai menuju aula asrama
Namun, kali ini aku tak melihat sosok tinggi semampai itu
Ah… aku biarkan mataku tak melihat sosokmu hari ini
Padahal hal ini yang aku benci
Tapi mataku tetap ingin menunggumu
Mataku tak benar-benar melihat jika tidak melihatmu
Hatiku tak bisa mencintai bila tidak mencintaimu
Tanganku tak bisa menggenggam bila tidak menggenggammu
Aku masih menunggumu
Dibalik kaca jendela kamar asramaku
Seorang mentor sudah datang
Dia sibuk dengan pembahasan yang akan diajarkan
Sedangkan aku? Aku sibuk mencari sosokmu
Ouh!
Aku masih menunggumu
Melihat sekeliling aula, tapi sosokmu tak ada
Hanya desiran angin dan daun-daun jatuh berguguran
Namun, angin jua tak mampu membawamu kesini
Kehadapanku
Mataku masih tertuju pada sekeliling aula
Bolpoin masih menempel pada jemariku
Aku masih saja tak mau tahu dengan pembahasan mentor itu
Aku hanya ingin tahu, apa yang sedang terjadi diluar sana
Hingga sosokmu tak hadir pagi ini
Aku rindu kerlingan matamu
Aku rindu senyummu
Waaw!
Aku temukan sosokmu
Ku hampiri dirimu
Ku sentuh wajahmu
Ku sentuh bibirmu yang selalu mengguratkan senyum
Lalu ku belai rambut hitammu
Akhirnya, aku bisa menyentuhmu
Walau menyentuh jendela kamar asrama dengan jari-jariku
Dengan menyentuh kaca jendela
Aku bisa menyentuhmu sesukaku
Aku bisa mencintaimu semauku
Dengan caraku sendiri
Dengan sisi gelap hatiku
Aku bisa mencintaimu
Walau hanya dengan menyentuh kaca jendela asramaku
Aku masih menunggumu
Dari tempat yang tak kau tahu dan kau duga
Aku masih menunjukkan senyumku
Aku masih menghelakan nafas panjang bahagia dalam setiap rotasi respirasiku
Desiran darahku masih tak beraturan dan mengacaukan setiap lamunanku tentangmu
Tiba-tiba. . .
Ah, Dia muncul lagi!
Dia menghampirimu lagi
Seorang wanita yang sudah tidak kau anggap teman
Dia yang secara berkala dapat menikmati senyummu dan memelukmu
Kapan pun dia mau
Dia menghampirimu
Dia bebas menikmati seluruh milikmu
Dia bersandar mesra dibahumu
Lalu kamu hanya tersenyum manis menatapnya
Kuhempaskan tubuhku ke atas karpet hijau
Yang siap menjadi tempat amukan kemarahanku
Kemarahanku memang tak mendasar
Ya, aku memang bukan siapa-siapa dia
Seringkali aku bertanya
Kenapa begitu sulit mencintaimu dengan bebas?
Kenapa selalu ada rasa takut dan rasa gengsi untuk ungkapkannya?
Aku ingin mencintaimu
Tanpa rasa takut yang membelenggu
Tanpa rasa gengsi yang menjadikanku mati
Dari balik kaca jendela asramaku. . .
Love,
Mia Rinekasswara