Malam itu Oleh Tri Cahyana Nugraha

MALAM ITU
Oleh Tri Cahyana Nugraha

Sepekat apakah malam ?
Tak lebih pekat dari hatiku
yang redup oleh kenangan.
Kau ingat ? betapa malam yang begitu kau puja.
Kini menjelma waktuku mati.
Dulu, dibawah guyuran lampu pekarangan.
Kau menari riang
bersama temanmu di tengah malam. Menari
hingga kau lelah dan terjatuh di hadapku.
Aku iba
membawa dan merawatmu. Dalam sempit
dan pengapnya lubang kecil tembok itu.
Sayap rapuhmu mengilau
diterpa serpihan cahaya bulan.
Sedang tubuhmu yang kecoklatan. Terbaring bisu
dihadapku.
Sehari, dua hari, tiga hari.
Dan seminggu sudah aku merawatmu.
Tawa manismu kembali berbinar di raut wajahmu.
Sedang sayap halusmu
kembali membawamu terbang dalam riang.
Malam itupun kembali kau menari.
Namun tak kulihat temanmu yang dulu.
Mungkin mati di tarian lalu.
Layaknya déjà vu, kaupun terjatuh dan aku merawatmu kembali.
Kedua kali.
Ketiga kali minggu berikutnya.
Keempat kali minggu berikutnya.
Hingga ketujuh kalinya, aku tak tahan lagi.
“tolong jangan menari lagi. Tinggallah disini bersamaku”
Tak sepatah kata terucap dari bibirmu yang mengatup.
Hanya gores senyum dihiasi bulir bulir embun yang menetes
dari matamu.
Sebulan, dua bulan tak begitu menjemukkan bagimu.
Hingga tiba di satu tahun.
Buah cinta yang sudah terjalin harus dibunuh.
Sebab kita hanya budak takdir, tak lebih.
Kaupun memutuskan pergi malam ini.
Sekeras apapun aku memohon,
sekeras itu pula tekadmu menguat.
“seharusnya aku mati sejak pertama kau membawaku”
Lalu kau pergi dan menari di lampu pekarangan itu.
Sedang aku dengan bodohnya hanya bergelut dengan ego.
Kaupun mati dalam tarian itu.
Andai aku lepas dari ego.
Mungkin malam ini aku sedang merawatmu.
Hal yang membawamu hidup lebih lama.
Denganku.