Sajak Tiga Musim Oleh Yoann Rogan

SAJAK TIGA MUSIM
Oleh Yoann Rogan

I. Prolog

Bintang jerit ini untukmu !
Andai merahnya mega mengizinkanku hadir di sana....kau kan tahu jerit itu bukan untukku
Bintang, apa maksudmu? Kau tahu merahnya mega tak akan mengakui pendarmu
Kau t`lah cukup indah `tuk pekatnya langit malan ini
Dalam pijar lantera malampun aku tak berarti untukmu
Bintang, aku membutuhkanmu !
Bukan aku !
Tapi bintang. . .
Saat lekukan indah pelangi menghilang di balik awan dan tetes-tetes embun mengering pada permukaan daun, kau kan telah berdiri tegar tanpaku
Kalau begitu siapa yang kubutuhkan?

. . .

Ini sajak empat musimku, sajak yang baru kurangkai malam itu saat tak ada bulan dan bintang yang berseri di langit.
Oh....ya, namaku Ares, hobiku.... Aku suka mengamati awan dan menamakan bentuknya sesuai keinginanku. Bentuk yang paling ku suka adalah istanah karena mimpiku adalah menjadi raja. Kata teman-temanku, akulah yang paling hebat menafsirkan bentuk awan, tapi kupikir itu tak benar karena yang selalu kulakukan hanyalah menyebutkan semua tokoh dan hal menarik dari setiap dongeng yang pernah dikisahkan ibu guruku.
Dan sajak ini kurangkai agar kau sadar bahwa aku adalah Ares, manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan.
Pesanku buatmu adalah semoga kau mau mengerti bahwa hidupku tak selalu akan sejalan dengan dengan harapanmu, bintangku!
Emm....satu lagi tentang hobiku. Teman-temanku selau mengucapkan sepenggal kalimat setiap kali aku mulai menamai awan-awan itu: “Ares, itu awan bukan istanah.” Kupikr kalian tentu mengerti maksud ucapan teman-temanku itu, kuharap begitu.


II. Fragmen itu terlukis pada pendar bintang
kota Paris yang tersenyum dalam nyanyian hijau Sang pucuk tentang keabadian kelopak merah muda bunga sakura...


Summer in Paris Hitam,
20th of July 1985

Hitam Paris menggores asa saat sebuah mimpi memenjarakan
cita dalam gelapnya bulan.
Ada melodi yang telah mengusang bersama tarian pudar pendar bintang ketika angin tak lagi mampu menyanyikan syair kebebasan untuk Sang cita.
Ia pun terlelap di antara kilau seribu cahaya lampu Menara Eiffel
Gema teriakan Sang cita yang masih terpantul
pada setiap dinding kota Paris lalu menyisakan nyanyian isyarat duka yang tak terbatas.... Ia telah terlelap
Ingin kukejar mimpi yang memutuskan benang harapan pada layangan Sang cita dan mengejar layangan cita lain
yang diterbangkan angin seolah ia nyata.

Adakah itu jalan lain
ketika batas nafas harapan Sang cita telah ditakdirdan mimpi?
Sang cita lalu menjadi bukan Sang cita oleh mimpi dari mimpi yang tersembunyi di balik luasnya langit cerah musim panas kota Paris
Kerinduan hanya akan terbentur
pada kerasnya tembok khayalan
yang menyisakan kenangan akan Sang cita yang nyata
....Itu tak ada!!

Malam ini takkan terlukis lagi satu senyuman sendu
yang menyenandungkan nyanyian rapuh pada bibir samudera rintangan
Harapan yang terucap semoga bisa menyentakan mimpi dari lamunannya
Jika air tempatnya bercermin tak hanya menyisakan riak keruh
mega langit....maka darinya akan lahir suatu kisah baru
untuk mengembalikan senyuman Sang cita...
Autumn in Perth Kuning,
11th of August 1993

Canda angin pada ranting menggurat senyum Sang pucuk
sepanjang bayang samudera yang terlukis dalam warna langit
Kala embun tersapih....pudar bersama bayang malam...
lyrik baru terukir tentang pucuk kecil dedaunan kuning yang akan tertawa di langit pagi
Cahaya timur menerpa lembut wajah pekat sang malam isyaratkan dedaunan boleh kembali bergetar pada sedetik yang takkan terulang

Di ujung bias cahaya pelangi terlantun nada perpisahan sang malam
tanda asa yang `kan terbit
Hujan kuning dedaunan kering terhampar di senja langit kota Perth
Ia `kan bernyanyi tapi bukan untuk sang malam
bak lilin yang ingin menerangi langkah siang Sang pucuk
...Itu tak mungkin

Biarkan hijau Sang pucuk ikut membilang
hijau yang lepas, sejernih malam yang mengizinkan bulan bersandar
mendekap kedip pendar bintang terhampar bebas di lautan langit
Ku harap kisah Sang pucuk `kan abadi bersama kicau burung yang lantang
tentang nafas yang pernah disimpan malam
dan yang tersentuh lagi oleh Sang pucuk

Spring in Japan Merah Muda,
08th of March 2000

Aroma pagi menyapa tarian embun, terkulai patah di antara
rangkaian sakura layu
Teduhnya air terkoyak ;-riak saat ranting asa sakura beterbangan lalu
memainkan dentingan lembut melodi harmonis untuk
desir angin yang tampak masih bermimpi
Ada kisah sakura kecil, semerah kelopaknya yang mengembang seirama musik sinar mentari.....Anginpun tak berhak menerbangkan walau kisah itu bergantung dengan sayap yang tergenggam pada ujung jemarinya.
Lembayung sore menjadi pekat walau mega masih tersenyum diantara kuntum muda sakura merah
Sayang...kuntum-kuntum itu takkan pernah mekar saat angin meniup
pergi sisa harapan dari sisinya

Baiknya kulantunkan sajak ini seperti desau riuh ombak yang menjerit demi kenangan yang rapuh tiga kelopak sakura
Awan masih jingga walau petang telah usai
Teriakan saja harapan sakura pada angin di ujung sana! Biar merahnya
temukan suka dalam kepingan mimpi angin kemarin
.....Lagi harapan terucap semoga mimpi angin tak membawa pergi harum sakura untuk fajar pagi yang masih menanti...


III. Epilog
Aku yang berdiri di sini mengukir kisah dalam balutan asa Sang Mentari.. berdiri untuk bernyanyi, berpijak untuk berlari....
Tapi, untuk harapan yang terinjak mimpi, kutitipkan laranya bersama tarian ini.....
Tulislah kisahmu untukku.....


Dalam Istanah Khayalanku,
Ares