BUMIKU
Oleh Ninik Sulistiowati
Bumi
Semilir anginmu tiada lagi kurasakan sejuk
Ruam-ruam hangatmu tiada lagi membuatku nyaman
Panas baramu mulai mengepung hari-hariku
Dan akan kemana aku
Bila kau tak lagi bersahabat denganku?
Pohon-pohon yang menjadi mahkota hutanmu telah tumbang dan kikis
Punggung-punggung gunungmu telah gundul dan meranggas
Dirampas oleh tangan-tangan serakah
Yang hanya tahu kepentingannya sendiri
Untuk membangun villa-villa mewah
Untuk membangun dinastinya
agar bisa mewariskan kekayaan kepada anak cucunya secara turun-temurun
tujuh turunan
Dan menggusur hak mereka yang papa
agar yang papa juga bisa mewariskan kemiskinan kepada anak cucunya secara turun-temurun
tujuh turunan
Erang bumi yang meraung kesakitan tak menyentuh hatinya
Karena mereka memang tak lagi punya hati
Mereka seperti mesin-mesin pemusnah masal peradaban
Mereka buta, dan tuli
Yang mereka pahami hanyalah uang dan kekuasaan .
Oh...bumiku....
Semilir anginmu tak lagi kurasakan sejuk
Karena endusanmu telah merobohkan rumah-rumah kami
Menggulung ladang-ladang dan sawah-sawah kami
Menghancurkan mimpi-mimpi kami
Dan pada akhirnya mengantarkan kami pada murka alam secara bertubi-tubi
Kenapa mesti kami yang harus menanggungnya sendiri?
(Blitar, 15 Desember 2010)